1. Definisi Kesulitan Belajar
Kesulitan Belajar atau "Learning Disabilities,
LD" adalah hambatan/gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai
oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf intelegensi dan kemampuan
akademik yang seharusnya dicapai. Hal ini disebabkan oleh gangguan di dalam sistem
saraf pusat otak (gangguan neurobiologis) yang dapat menimbulkan gangguan
perkembangan seperti gangguan perkembangan bicara, membaca, menulis, pemahaman,
dan berhitung. Bila tidak ditangani dengan baik dan benar akan menimbulkan
berbagai bentuk gangguan emosional (psikiatrik) yang akan berdampak buruk bagi
perkembangan kualitas hidupnya di kemudian hari.
Kepekaan orangtua, guru di sekolah serta orang-orang di
sekitarnya sangat membantu dalam mendeteksinya, sehingga anak dapat memperoleh
penanganan dari tenaga profesional sedini dan seoptimal mungkin, sebelum
menjadi terlambat. Kesulitan Belajar kadang-kadang tidak terdeteksi dan tidak
dapat terlihat secara langsung. Setiap individu yang memiliki kesulitan belajar
sangatlah unik. Seperti misalnya, seorang anak "dyslexia", yang sulit
membaca, menulis dan mengeja, tetapi sangat pandai dalam matematika.
Pada umumnya, individu dengan kesulitan belajar memiliki
intelegensi rata-rata bahkan diatas rata-rata. Seseorang terlihat
"normal" dan tampak sangat cerdas tetapi sebaliknya ia mengalami
hambatan dan menunjukkan tingkat kemampuan yang tidak semestinya dicapai
dibandingkan dengan yg seusia dengannya.
Walau demikian, individu dengan kesulitan belajar bisa sukses di
sekolah, di dunia kerja, dalam hubungan antar-individu, dan di dalam masyarakat
bila disertai dengan dukungan dan perhatian yang tepat.
Aktifitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya
dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak,
kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa
amat sulit. Dalam hal semangat, terkadang semangatnya tinggi, tetapi juga sulit
untuk mengadakan konsentrasi. Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada
setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas
belajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama. perbedaan individu ini
pulalah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku dikalangan anak didik. “dalam
keadaan di mana anak didik / siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya,
itulah yang disebut dengan kesulitan belajar.
Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak
secara lahiriah. Ketidak mampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud
fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar.
Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena factor intelligensi yang
rendah (kelaianan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan karena faktor lain
di luar intelligensi. Dengan demikian, IQ yang tingi belum tentu menjamin
keberhasilan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar
adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu
dalam mencapai hasil belajar.
Faktor Penyebab
Kesulitan Belajar
Masalah kesulitan belajar ini, tentunya disebabkan oleh berbagai
factor. Untuk memberikan suatu bantuan kepada anak yang mengalami kesulitan
belajar, tentunya kita harus mengetahui terlebih dahulu faktor apa yang menjadi
penyebab munculnya masalah kesulitan belajar.
Faktor-faktor
penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu :
A. Faktor intern
(factor dari dalam diri anak itu sendiri ) yang meliputi:
1). Faktor fisiologi
Faktor
fisiologi adalah factor fisik dari anak itu sendiri. seorang anak yang sedang
sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, sehingga proses menerima
pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit factor
fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya
masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi
cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, serta
gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu,
dan lain sebagainya.
2). Faktor psikologis
Faktor
psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan berbagai perilaku yang ada
dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya
memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga
termasuk dalam factor psikoogis ini adalah intelligensi yang dimiliki oleh
anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110 – 140), atu genius (lebih dari 140)
memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak
yang tergolong sedang (90 – 110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah
walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki
IQ dibawah 90 ataubahkan dibawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami
kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu, maka orang tua, serta guru perlu
mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya. Selain IQ factor
psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar
adalah bakat, minat, motivasi, kondisi kesehatan mental anak, dan juga tipe
anak dalam belajar.
B. Factor ekstern
(factor dari luar anak) meliputi ;
1). Faktor-faktor sosial
Yaitu
faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah.
Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda
dengan anak-anak yang cukup mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu
diberikan perhatian. Selain itu juga bagimana hubungan orang tua dengan anak,
apakah harmonis, atau jarang bertemu, atau bahkan terpisah. Hal ini tentunya
juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
2).
Faktor-faktor non- sosial
Faktor-faktor
non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar
adalah factor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat
belajar, serta kurikulum.
C. Bentuk-bentuk Masalah dan Cara Mengatasinya
1. Bentuk-bentuk Masalah
Setiap individu mempunyai potensi dan latar belakang
kehidupan yang berbeda-beda. Demikian pula masalah yang dihadapi setiap
individu juga tidak sama ditinjau dari jenis, frekuensi dan intensitasnya. Kadang
sama jenisnya, tetapi frekuensi dan intensitasnya berbeda. Mungkin jenis dan
frekuensinya sama, tetapi intensitasnya berbeda. Demikian pula munculnya
masalah juga tergantung dari potensi anak itu sendiri. Anak yang pandai,
mungkin suatu peristiwa yang dihadapi mampu mengatasi masalah sendiri.
Sebaliknya, bagi anak yang kurang pandai hal tersebut bermasalah baginya.
Ditinjau dari bentuk-bentuk permasalahannya, Mustaqim
dan Abdul Wahib (2003) mengelompokkan menjadi dua sifat, yaitu :
1.
Bersifat regresif, antara
lain : anak suka menyendiri, pemalu, penakut, mengantuk, tidak masuk sekolah.
2.
Bersifat agresif,
antara lain : anak suka berbohong, membikin onar, memeras temannya, beringas,
dan perilaku-perilaku lain yang bisa menarik perhatian orang lain.
Ditinjau dari jenisnya,
masalah itu ada beberapa macam antara lain :
1.
Masalah pribadi /
individual
2.
Masalah kelompok
3.
Masalah belajar
4.
Masalah sosial
5.
Masalah moral / etika
6.
Masalah penggunaan
waktu luang, dan lain sebagainya.
Dalam proses
pembelajaran, seorang guru sedini mungkin perlu memperhatikan bentuk-bentuk
masalah yang dihadapi siswanya. Jika seorang guru tidak mengetahui permasalahan
siswa, maka permasalahan tersebut akan mempengaruhi proses dan hasil
belajarnya.
CARA MENGATASI PERMASALAHAN
ANAK DALAM BELAJAR
Belajar
pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu,
sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya,
para pelajar seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak
memperoleh perubahan tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu
menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan
dalam mencapai hasil belajar.
Sementara
itu, setiap siswa dalam mencapai sukses belajar, mempunyai kemampuan yang
berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi
banyak pula siswa mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi
perkembangan pribadinya.
Menghadapi
masalah itu, ada kecendrungan tidak semua siswa mampu memecahkannya sendiri.
Seseorang mungkin tidak mengetahui cara yang baik untuk memecahkan masalah
sendiri. Ia tidak tahu apa sebenarnya masalah yang dihadapi. Ada pula seseorang
yang tampak seolah tidak mempunyai masalah, padahal masalah yang dihadapinya
cukup berat.
Atas
kenyataan itu, semestinya sekolah harus berperan turut membantu memecahkan
masalah yang dihadapi siswa. Seperti diketahui, sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal sekurang-kurangnya memiliki 3 fungsi utama. Pertama fungsi
pengajaran, yakni membantu siswa dalam memperoleh kecakapan bidang pengetahuan
dan keterampilan. Kedua, fungsi administrasi, dan ketiga fungsi pelayanan
siswa, yaitu memberikan bantuan khusus kepada siswa untuk memperoleh pemahaman
diri, pengarahan diri dan integrasi sosial yang lebih baik, sehingga dapat
menyesuaikan diri baik dengan dirinya maupun dengan lingkungannya.
Setiap
fungsi pendidikan itu, pada dasarnya bertanggung jawab terhadap proses
pendidikan pada umumnya. Termasuk seorang guru yang berdiri di depan kelas,
bertanggung jawab pula atau melekat padanya fungsi administratif dan fungsi
pelayanan siswa. Hanya memang dalam pendidikan, pada dasarnya sulit memisahkan
secara tegas fungsi yang satu dengan fungsi yang lainnya, meskipun pada setiap
fungsi tersebut mempunyai penanggung jawab masing-masing. Dalam hal ini, guru
atau pembimbing dapat membawa setiap siswa kearah perkembangan individu
seoptimal mungkin dalam hubungannya dengan kehidupan sosial serta tanggung
jawab moral. Salah satu kegiatan yang harus dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan
tugas dan peranannya ialah kegiatan evaluasi. Dilihat dari jenisnya evaluasi
ada empat, yaitu sumatif, formatif, penempatan, dan diagnostik.
1.
Diagnosis
Diagnosis
merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang
melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar
faktor-faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi
input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua
bagian faktor – faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan
belajar siswa, yaitu : (a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam
diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan,
bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b)
faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk
didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
2.
Prognosis
Langkah
ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk
diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan
dengan cara mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua
dan ketiga. Proses mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih
dahulu dilaksanakan konferensi kasus, dengan melibatkan pihak-pihak yang
kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus - kasus yang dihadapi.
3.
Tes diagnostik
Pada
konteks ini, penulis akan mencoba menyoroti tes diagnostik kesulitan belajar
yang kurang sekali diperhatikan sekolah. Lewat tes itu akan dapat diketahui
letak kelemahan seorang siswa. Jika kelemahan sudah ditemukan, maka guru atau
pembimbing sebaiknya mengetahui hal-hal apa saja yang harus dilakukan guna
menolong siswa tersebut.
Tes
dignostik kesulitan belajar sendiri dilakukan melalui pengujian dan studi
bersama terhadap gejala dan fakta tentang sesuatu hal, untuk menemukan
karakteristik atau kesalahn-kesalahan yang esensial. Tes dignostik kesulitan
belajar juga tidak hanya menyangkut soal aspek belajar dalam arti sempit yakni
masalah penguasaan materi pelajaran semata, melainkan melibatkan seluruh aspek
pribadi yang menyangkut perilaku siswa.
Tujuan
tes diagnostik untuk menemukan sumber kesulitan belajar dan merumuskan rencana
tindakan remidial. Dengan demikian tes diagnostik sangat penting dalam rangka
membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar dan dapat diatasi dengan segera
apabila guru atau pembinbing peka terhadap siswa tersebut. Guru atau pembimbing
harus mau meluangkan waktu guna memerhatikan keadaan siswa bila timbul gejala-gejala
kesulitan belajar.
Agar
memudahkan pelaksanaan tes diagnostik, maka guru perlu mengumpulkan data
tentang anak secara lengkap, sehingga penanganan kasus akan menjadi lebih mudah
dan terarah.
Sejalan
dengan kebijakan pemerintah tentang dilaksanakannya ujian akhir nasional (UAN)
dengan standar nilai 4,01, boleh jadi bagi sebagian siswa sangat berat. Pihak
sekolah dalam menghadapi
Salah satu antisipasinya pihak
sekolah atau guru, harus memberi perhatian khusus terhadap perbedaan kemampuan
individual siswa tersebut. Perhatian yang dimaksud yakni dengan
menyelenggarakan tes diagnostik. Jika tes itu dilaksanakan dengan efektif dan
efesien, penulis yakin permasalah perbedaan kemampan siswa akan terselesaikan
dengan baik
a.
Bimbingan
Belajar
Bimbingan
belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh
melalui langkah-langkah sebagai berikut
1.
Identifikasi kasus
Identifikasi
kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan
bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan
beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga
mebutuhkan layanan bimbingan belajar, yakni :
1.
Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran
sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar
membutuhkan layanan bimbingan.
2.
Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak
terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan
melalui berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar
mengajar saja, misalnya melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan
situasi-situasi informal lainnya.
3.
Developing a desire for
counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke
arah penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara
mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes,
seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk
dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
4.
Melakukan analisis terhadap
hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan
atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
5.
Melakukan analisis sosiometris,
dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga mengalami kesulitan
penyesuaian sosial
2.
Identifikasi Masalah
Langkah
ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah
yang dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa
dapat berkenaan dengan aspek : (a) substansial – material; (b) struktural –
fungsional; (c) behavioral; dan atau (d) personality. Untuk mengidentifikasi
masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu instrumen untuk melacak
masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM). Instrumen ini
sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar
aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d)
ekonomi dan keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran;
(g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan
keluarga; dan (j) waktu senggang.
3.
Remedial atau referal
(Alih Tangan Kasus)
Jika
jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem
pembelajaran dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau
guru pembimbing, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau
guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek
kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau
guru pembimbing sebatas hanya membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih
kompeten.
4.
Evaluasi dan Follow Up
Cara
manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya
dilakukan evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan
bantuan (treatment) yang telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang
dihadapi siswa.
Berkenaan
dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria
keberhasilan layanan bimbingan belajar, yaitu :
·
Berkembangnya pemahaman baru
yang diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang dibahas;
·
Perasaan positif sebagai dampak
dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan, dan
·
Rencana kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam rangka mewujudkan
upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.
Sementara
itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan beberapa
kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yaitu
apabila:
1.
Siswa telah menyadari (to be
aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.
2.
Siswa telah memahami (self
insight) permasalahan yang dihadapi.
3.
Siswa telah mulai menunjukkan
kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya secara obyektif (self
acceptance).
4.
Siswa telah menurun ketegangan
emosinya (emotion stress release).
5.
Siswa telah menurun penentangan
terhadap lingkungannya
6.
Siswa mulai menunjukkan kemampuannya
dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan dan mengambil keputusan secara sehat
dan rasional.
7.
Siswa telah menunjukkan
kemampuan melakukan usaha –usaha perbaikan dan penyesuaian diri terhadap
lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah
diambilnya
Kesulitan
belajar merupakan masalah yang cukup kompleks dan sering membuat orangtua
bingung mencari penyelesaiannya. Kesulitan belajar banyak ditemukan pada anak
usia sekolah. Pola belajar anak, memang dibentuk saat di sekolah dasar. Sesuai
dengan masanya ia mengalami perkembangan mental dan pembentukan karakternya. Di
masa kini anak tidak hanya belajar menghitung, membaca, atau menghafal
pengetahuan umum, tapi juga belajar tentang tanggung jawab, skala nilai moral,
skala nilai prioritas dalam kegiatannya.
Masalah
disiplin juga tidak kalah pentingnya. Anak-anak sejak kecil sudah harus
ditanamkan disiplin. Jika, tidak sangat menentukan perkembangan karakter anak
tersebut. Di dalam kebudayaan Bugis-Makassar ada istilah macanga-canga atau
memandang enteng persoalan. Sering menunda-nunda jadwal belajar.
Dalam
menghadapi perilaku anak seperti ini, dalalm artikel Ibu Anak disebutkan
setidaknya ada tiga hal yang harus diperhatikan. Namun, sebelum memperhatikan
hal tersebut, orangtua hendaknya tidak mudah jatuh iba sehingga mengambil alih
tugas anak. Tentu dengan tujuan meringankan agar mereka bisa mengerjakan
pekerjaan rumah misalnya.
Sekali
lagi orangtua tidak dianjurkan membantu anak dengan cara mengambil alih, tapi
bagaimana menuntun anak agar pekerjaan rumah dikerjakan sendiri dalam situasi
menyenangkan.
1.
Perhatikan Mood
Untuk mengenal mood
anak, seorang ibu harus mengenal karakter dan kebiasaan belajar anak. Apakah
anak belajar dengan senang hati atau dalam keadaan kesal. Jika belajar dalam
suasana hati yang senang, maka apa yang akan dipelajari lebih cepat ditangkap.
Bila saat belajar, ia merasa kesal, coba untuk mencari tahu penyebab munculnya
rasa kesal itu. Apakah karena pelajaran yang sulit atau karena konsentrasi yang
pecah. Nah di sini tugas orangtua untuk menyenangkan hati si anak.
2.
Siapkan Ruang Belajar
Kesulitan belajar anak
bisa juga karena tempat yang tersedia tidak memadai. Karena itu, coba sediakan
tempat belajar untuk anak. Jika kesulitan itu muncul karena tidak tersedianya
meja, maka ajaklah anak belajar di meja makan didampingi orangtuanya. Tentu
sebelum belajar meja makan harus dibersihkan lebih dahulu.
Selain itu, saat
mengajari anak ini Anda bisa melakukannya dengan menularkan cara belajar yang
baik. Misalnya bercerita kepada anak tentang bagaimana dahulu ibunya
menyelesaikan mata pelajaran yang dianggap sulit. Biasanya anak cepat larut
dengan cerita ibunya sehingga ia mencoba mencocok-cocokkan dengan apa yang
dijalaninya sekarang.
3.
Komunikasi
Masa kecil kita, pelajaran yang disukai tergantung bagaimana cara guru itu mengajar. Tidak bisa dipungkiri perhatian terhadap mata pelajaran, tentu ada kaitan dengan cara guru mengajar di kelas.
Masa kecil kita, pelajaran yang disukai tergantung bagaimana cara guru itu mengajar. Tidak bisa dipungkiri perhatian terhadap mata pelajaran, tentu ada kaitan dengan cara guru mengajar di kelas.
Sempatkan juga waktu
dan dengarkan anak-anak bercerita tentang bagaimana cara guru mereka mengajar
di sekolah. Jika, anak Anda aktif maka banyak sekali cerita yang lahir termasuk
bagaimana guru kelas memperhatikan baju, ikat rambut, dan sepatunya. Khusus
soal komunikasi ini, biarkan anak-anak bercerita tentang gurunya. Sejak dini biasakan
anak berperilaku sportif dan pandai menyampaikan pendapatnya. Selamat mencoba.
Langkah-Langkah
Tindakan Diagnosa Menurut C. Ross dan Julian Stanley, langkah-langkah
mendiagnosis kesulitan belajar ada tiga tahap, yaitu :
1.
Langkah-langkah diagnosis yang
meliputi aktifitas, berupa
a.
Identifikasi kasus
b.
Lokalisasi jenis dan sifat
kesulitan
c.
Menemukan faktor penyebab baik
secara internal maupun eksternal
2.
Langkah prognosis yaitu suatu
langkah untuk mengestimasi (mengukur),
memperkirakan apakah kesulitan tersebut dapat dibantu atau tidak.
memperkirakan apakah kesulitan tersebut dapat dibantu atau tidak.
3.
Langkah Terapi yaitu langkah
untuk menemukan berbagai alternatif kemungkinan cara yang dapat ditempuh dalam
rangka penyembuhan kesulitan tersebut yang kegiatannya meliputi antara lain
pengajaran remedial, transfer atau referal.
Sasaran
dari kegiatan diagnosis pada dasarnya ditujukan untuk memahami
karakteristik dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan. Dari ketiga pola pendekatan di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pokok prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar adalah sebagai berikut:
karakteristik dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan. Dari ketiga pola pendekatan di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pokok prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar adalah sebagai berikut:
4.
Mengidentifikasi siswa yang
diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Adapun langkah-langkah
mengidentifikasi siswa yang mengalami kesulitan belajar.
a. Menandai siswa dalam satu kelas
atau dalam satu kelompok yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar baik
bersifat umum maupun khusus dalam bidang studi
b. Meneliti nilai ulangan yang
tercantum dalam “record academic” kemudian dibandingkan dengan nilai rata-rata
kelas atau dengan kriteria tingkat penguasaan minimal kompetensi yang dituntut.
c. Menganalisis hasil ulangan
dengan melihat sifat kesalahan yang dibuat.
d. Melakukan observasi pada saat siswa dalam
kegiatan proses belajar mengajar yaitu mengamati tingkah laku siswa dalam
mengerjakan tugas-tugas tertentu yang diberikan di dalam kelas, berusaha
mengetahui kebiasaan dan cara belajar siswa di rumah melalui check list.
e. Mendapatkan kesan atau pendapat
dari guru lain terutama wali kelas,dan guru pembimbing.
5.
Mengalokasikan letaknya
kesulitan atau permasalahannya, dengan cara mendeteksi kesulitan belajar pada
bidang studi tertentu. Dengan membandingkan angka nilai prestasi siswa yang
bersangkutan dari bidang studi yang diikuti atau dengan angka nilai rata-rata
dari setiap bidang studi. Atau dengan melakukan analisis terhadap catatan
mengenai proses belajar. Hasil analisa empiris terhadap catatan keterlambatan
penyelesaian tugas, ketidakhadiran, kekurang aktifan dan kecenderungan
berpartisipasi dalam belajar.
6.
Melokalisasikan jenis faktor
dan sifat yang menyebabkan mengalami berbagai kesulitan.
7.
Memperkirakan alternatif
pertolongan. Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya baik yang bersifat
mencegah (preventif) maupun penyembuhan (kuratif).
Demikianlah prosedur dan teknik diagnosa kesulitan belajar, di atas
dapat dipergunakan. Namun penerapannya dalam proses konseling bisa sangat
bervariasi, bahkan ada beberapa pakar yang mempunyai pandangan yang bertolak
belakang atau kontradiktif. Bahkan, menurut Carl Rogers, terapi atau
pertolongan yang baik tidak membutuhkan ketrampilan dan pengetahuan diagnosa.
Hal ini bertolak belakang dengan pendapat Wiliamson, Ellis, Freud, dan Thorn
yang menekankan bahwa diagnosa sebagai langkah yang perlu dipakai dalam
pendekatan konseling, termasuk konseling yang menangani kesulitan dalam belajar.
Bahkan ditekankan bahwa diagnosa merupakan bagian dari kegiatan konselor dalam
proses konseling. Seyogyanya seorang pembimbing atau konselor perlu mengingat
dan dapat bertindak bijaksana dalam mempertimbangkan kapan sebaiknya diagnosa
dipergunakan atau tidak untuk menolong siswa dalam mengatasi kesulitan belajar.
Ada berbagai macam cara untuk mengidentifikasi siswa, di antaranya
seorang konselor dapat menggunakan check list. Di samping penggunaan check list
ini sangat efektif dan efesien terutama bila jumlah siswa banyak, check list
ini bisa berfungsi sebagai alat pengayaan (screening device) untuk
mengidentifikasi siswa yang perlu segera atau skala prioritas yang harus
ditolong.
Sebab-sebab yang mungkin mengakibatkan timbulnya kesulitan belajar, dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
Sebab-sebab yang mungkin mengakibatkan timbulnya kesulitan belajar, dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
1.
Banyak sebab yang menimbulkan
pola gejala yang sama. Seringkali gejala-gejala kesulitan belajar yang nampak
pada seorang siswa disebabkan oleh faktor-faktor yang berbeda dengan yang lain
yang memperlihatkan gejala yang sama.
2.
Banyak pola gejala yang
ditimbulkan oleh sebab yang sama. Sebab yang nampak sama, dapat mengakibatkan
gejala yang berbeda-beda bagi siswa yang berlainan perlu diperhatikan adanya
kesesuaian antara sebab dengan kondisi tempat tinggal siswa.
3.
Sebab-sebab yang saling
berkaitan dengan yang lain. Kesulitan yang menimbulkan reaksi dari orang-orang
disekelilingnya atau yang menyebabkan dia bereaksi pada dirinya sendiri dengan
cara yang selanjutnya , menyebabkan timbulnya kesulitan yang baru.
Proses pemecahan kesulitan belajar pada siswa yaitu dimulai dengan
memperkirakan kemungkinan bantuan apakah siswa tersebut masih mungkin ditolong untuk mengatasi kesulitannya atau tidak, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami oleh siswa tertentu, dan dimana pertolongan itu dapat diberikan. Perlu dianalisis pula siapa yang dapat memberikan pertolongan dan bantuan, bagaimana cara menolong siswa yang efektif, dan siapa saja yang harus dilibatkan dalam proses konseling.
Dalam proses pemberian bantuan, diperlukan bimbingan yang intensif dan
berkelanjutan agar siswa dapat mengembangkan diri secara optimal dan menyesuaikan diri terhadap perkembangan pribadinya dan lingkungannya.
memperkirakan kemungkinan bantuan apakah siswa tersebut masih mungkin ditolong untuk mengatasi kesulitannya atau tidak, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi kesulitan yang dialami oleh siswa tertentu, dan dimana pertolongan itu dapat diberikan. Perlu dianalisis pula siapa yang dapat memberikan pertolongan dan bantuan, bagaimana cara menolong siswa yang efektif, dan siapa saja yang harus dilibatkan dalam proses konseling.
Dalam proses pemberian bantuan, diperlukan bimbingan yang intensif dan
berkelanjutan agar siswa dapat mengembangkan diri secara optimal dan menyesuaikan diri terhadap perkembangan pribadinya dan lingkungannya.
Kemampuan yang Harus Dimiliki Konselor Berkait dengan perannya
sebagai seorang konselor, tiap individu konselor harus memiliki kemampuan yang
profesional yaitu mampu melakukan langkah-langkah
1.
Mengumpulkan data tentang siswa
2.
Mengamati tingkah laku siswa
3.
Mengenal siswa yang memerlukan
bantuan khusus
4.
Mengadakan komunukasi dengan
orang tua siswa untuk memperoleh keterangan dalam pendidikan anak.
5.
Bekerjasama dengan masyarakat
dan lembaga yang terkait untuk membantu memecahkan masalah siswa
6.
Membuat catatan pribadi siswa
7.
Menyelenggarakan bimbingan
kelompok ataupun individual
8.
Bekerjasama dengan konselor
yang lain dalam menyusun program bimbingan sekolah
Mengingat sedemikian pentingnya peranan dan tanggung jawab konselor,
maka diperlukan dua persyaratan khusus bagi seorang konselor yaitu, memiliki gelar kesarjanaan dalam bidang psikologi dan mempunyai ciri-ciri dan kepribadian antara lain; dapat memahami orang lain secara objektif dan simpatik, mampu mengadakan kerjasama dengan orang lain dengan baik, memeliki kemampuan perspektif, memahami batas-batas kemampuan sendiri, mempunyai perhatian dan minat terhadap masalah pada siswa dan ada keinginan untuk membantu, dan harus memiliki sikap yang bijak dan konsisten dalam mengambil keputusan.
maka diperlukan dua persyaratan khusus bagi seorang konselor yaitu, memiliki gelar kesarjanaan dalam bidang psikologi dan mempunyai ciri-ciri dan kepribadian antara lain; dapat memahami orang lain secara objektif dan simpatik, mampu mengadakan kerjasama dengan orang lain dengan baik, memeliki kemampuan perspektif, memahami batas-batas kemampuan sendiri, mempunyai perhatian dan minat terhadap masalah pada siswa dan ada keinginan untuk membantu, dan harus memiliki sikap yang bijak dan konsisten dalam mengambil keputusan.
Dengan dimilikinya kecakapan dan persyaratan khusus seperti terurai
di atas, seorang konselor diharapkan mampu membantu mengatasi dan memecahkan
masalah kesulitan belajar yang dialami oleh siswa. Namun perlu diingat bahwa
keberhasilan suatu konseling akan bisa maksimal apabila ada keterbukaan dan
kepercayaan antara pihak klien dan konselor.
wah.... bagus tenan iki makalahe..... kembangkan terus blognya....
BalasHapus